Frequently Asked Question (FAQ) Mengenai Investasi Akibat Pandemi Virus Covid-19

Berdasarkan penjelasan WHO dari website resminya, definisi pandemi adalah epidemi penyakit yang telah menyebar secara luas ke beberapa Negara atau benua dan umumnya menjangkit banyak orang (“Pandemi”). Saat ini WHO telah menetapkan virus Covid-19 sebagai “wabah pandemi” karena telah menyebar di lebih dari 200 negara di dunia. Dan sampai saat ini masih belum tersedia vaksin untuk mengatasi Pandemi virus Covid-19. Menurut statistik, umumnya wabah virus seperti ini dapat teratasi sekitar 3 - 6 bulan dari titik puncak penyebaran. Sebagai referensi, China yang merupakan negara titik awal penyebaran wabah virus Covid-19 ini sudah mulai pulih setelah 2 bulan sejak puncak penyebaran. Sekarang ini jumlah pasien baru di China sudah menurun terus dan aktifitas ekonomi di China berangsur pulih.

Pandemi virus Covid-19 saat ini menyebar dengan cepat, menimbulkan kekhawatiran di masyarakat, dan sampai saat ini belum ditemukan vaksin atau obat yang efektif menangani virus Covid-19 ini. Oleh karena itu, banyak negara mengimplementasikan kebijakan sosial dan physical distancing, karantina wilayah, atau dalam skala yang lebih luas, lockdown seperti di Italia, Malaysia dan Amerika Serikat. Dengan kebijakan tersebut, pergerakan manusia, distribusi barang menjadi terbatas, begitupun juga dengan tingkat konsumsi dan produktifitas manufaktur cenderung menurun. Sehingga jumlah aktivitas pekerjaan berkurang, aktivitas bisnis melambat, impor dan ekspor terganggu, pariwisata berkurang, dan hal lainnya. Berkurangnya aktivitas ini berimbas pada melemahnya pertumbuhan ekonomi dan berpotensi menyebabkan tingginya kredit macet dan hilangnya pekerjaan. Khusus untuk Indonesia, yang sebagian besar pertumbuhan ekonomi didasarkan pada konsumsi domestik, penurunan konsumsi ini sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Tidak tertutup kemungkinan hal tersebut dapat terjadi. Namun belajar dari krisis terdahulu, pemerintah negara-negara di dunia sudah lebih siap serta mampu mengidentifikasi apa saja yang dapat menjadi sumber resesi dan bagaimana untuk mengurangi kemungkinan terjadinya resesi. Pemerintah, termasuk bank sentral negara-negara di dunia mengeluarkan stimulus baik fiskal maupun moneter untuk menekan penyebaran virus Covid-19 termasuk memastikan ekenomi tetap berjalan khususnya pemeliharaan tenaga kerja. Resesi biasanya dikenali dengan terjadinya kontraksi pertumbuhan ekonomi selama 2 kuartal berturut-turut.

Menurut pendapat kami, stimulus dan kebijakan ekonomi dilihat dari dampak jangka waktunya ada dua, yaitu yang berdampak jangka pendek dan panjang. Saat ini, pemerintah berfokus pada kebijakan stimulus jangka pendek seperti bantuan sosial dan alat-alat kesehatan yang diperlukan untuk menangani atau mengurangi dampak virus Covid-19. Setelah Pandemi ini mereda, stimulus jangka panjang memiliki peranan besar untuk membantu pemulihan ekonomi. Karena kekhawatiran pelaku pasar masih tinggi akan penyebaran wabah virus Covid-19 menyebabkan beralihnya dana investasi dari yang berisiko lebih tinggi ke yang risikonya lebih rendah, sehingga menyebabkan penurunan yang signifikan terhadap instrumen di pasar modal, seperti obligasi dan saham. Setelah keadaan berangsur membaik, pelaku pasar akan kembali rasional didukung oleh kebijakan pemerintah dan bank sentral untuk memulihkan ekonomi.

Perekonomian dunia menghadapi sejumlah tantangan yang dipantik oleh merebaknya Covid-19. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan turun signifikan dari 3,0% pada tahun 2019 menjadi 1,5% tahun ini, sementara AS dihadapkan oleh resiko likuiditas serta resiko perspepsi kredit yang meningkat. Di dalam negeri, pelemahan nilai tukar Rupiah berpotensi meningkatkan resiko solvabilitas korporasi apabila terus terjadi dalam jangka waktu yang panjang (>3 kuartal). Pertumbuhan ekonomi Indonesia pun diperkirakan dapat turun dari 5,0% di tahun 2019 menjadi 3,9% tahun ini.
Sumber: Danamon Economic and Market Research

Penurunan IHSG sekarang ini, sebagian besar didorong oleh kekhawatiran atau sentimen negatif pelaku pasar akibat pandemi virus Covid-19 dan bukan berdasarkan data fundamental yang masih cukup kondusif. Karena sentimen ini, sangat sulit memprediksikan sampai level berapa indeks akan turun, yang pasti volatilitas pasar masih akan tinggi. Namun, berdasarkan valuasi IHSG yang dikutip dari situs Bloomberg dengan pendekatan rata-rata harga saham berbanding pendapatan (Price Earnings Ratio) dalam 5 tahun terakhir, IHSG saat ini (akhir Maret 2020) posisinya sudah di bawah posisi ketika krisis finansial global 2008, atau dengan kata lain IHSG sudah sangat oversold dengan fundamental jauh lebih baik dibandingkan tahun 2008. Sebagai Informasi P/E Ratio IHSG kita sekarang ini ada di range 10 – 11 kali dengan rata-rata 5 tahun P/E Ratio IHSG di 15,7 kali dan rata-rata 15 tahun IHSG di 14,8 kali.

Apabila Anda kurang nyaman dengan volatilitas yang terjadi saat ini, kami menyarankan Anda untuk berdiskusi dengan Relationship Manager/Officer kami untuk melakukan penilaian ulang terhadap tujuan keuangan dan profil risiko investasi Anda. Bila diperlukan anda dapat mengurangi portofolio investasi berisiko anda seperti portofolio berbasis saham sampai pada level yang menurut Anda lebih aman. Namun setiap kali terjadi penurunan akibat krisis yang tidak disertai perubahan fundamental yang cukup signifikan, market akan kembali naik lagi, dalam 10 tahun terakhir ini ada 3 kali kejadian krisis dan setiap kali krisis berakhir market cenderung akan kembali dan naik lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Rata-rata masa pemulihan (recovery) dari krisis adalah 17 bulan dari titik terendahnya.

Diversifikasi investasi dan averaging adalah cara investasi terbaik dalam menghadapi Keadaan sekarang ini. Bagilah porsi-porsi Investasi anda sesuai dengan Profil investasi anda . Berinvestasilah sesuai dengan kemampuan Anda dan profil resiko Anda. Obligasi atau reksa dana pendapatan tetap adalah instrumen yang baik untuk mendapatkan imbal hasil rutin. Sebagai informasi, per akhir Maret 2020, besar imbal hasil obligasi 10 tahun Indonesia ada di sekitar 8%. Sedangkan reksa dana saham cocok untuk Anda yang menginginkan pertumbuhan investasi dengan potensi yang tinggi.


Disclaimer:
Informasi sebagaimana dimaksud dalam FAQ di atas tidak dapat dijadikan dasar/patokan Nasabah dalam melakukan transaksi investasi di Bank Danamon. Dalam hal Nasabah akan mengambil keputusan penting terkait dengan rencana investasinya, Nasabah wajib mencari informasi lain yang relevan sehubungan dengan rencana investasi yang dimaksud.