Ibadah haji merupakan ibadah yang harus diusahakan terwujud. Bukan pasrah karena ada dan tidaknya rezeki. Ada yang paling penting dari sekadar biaya, yaitu niat. Berani mimpi ke tanah suci? Ayo wujudkan sejak dini.
- Biaya Haji
Kalau mau tahu bedanya haji reguler dengan haji khusus, paling mencolok ada di biayanya. Ongkos Naik Haji (ONH) atau Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) reguler sebesar Rp35.235.602 per jemaah. Sedangkan ONH plus dipatok minimal USD8.000 atau setara Rp114.400.000 (kurs Rp14.300 per USD).
Biayanya 3 kali lebih mahal ya daripada haji reguler. Untuk setoran awal haji reguler sebesar Rp25.000.000, dan haji khusus sekitar USD4.000 atau setara Rp57.200.000. Oh ya, ada juga nih Haji Furoda, berangkat haji tanpa antre yang biayanya mulai dari USD14.000-an atau sekitar Rp200.200.000.
- Masa Tunggu
Masa tunggu atau lama antrean haji reguler rata-rata nasional mencapai 18 tahun, sementara haji khusus lebih pendek, yakni 6-7 tahun.
- Penanggung Jawab
Untuk pelayanan haji reguler dilakukan pemerintah melalui Kemenag. Sedangkan haji khusus dilakukan swasta atau biro travel (PIHK) dan tetap mengikuti aturan pemerintah.
- Jarak Hotel
Keuntungan haji khusus bisa menikmati hotel yang dekat dengan Masjidil Haram, jadi tinggal jalan kaki. Sedangkan hotel jemaah haji reguler ditentukan berdasarkan konvigurasi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) sesuai qur’ah (pengundian) oleh pemerintah Arab Saudi.
- Keterisian Kamar
Untuk jemaah haji khusus, kamar hotel bintang 5 diisi maksimal 4 orang. Ada paket untuk 2 orang, 3 orang, dan 4 orang. Selain itu, bisa memilih nama yang masuk dalam satu kamar. Sementara jemaah reguler, kamar tidak boleh diisi lebih dari 5 orang dan tidak punya keuntungan memilih nama.
- Penerbangan
Transportasi, khususnya penerbangan untuk haji khusus tanpa transit atau sekali transit. Sementara penerbangan haji reguler transit di Jeddah atau Madinah.
- Layanan Tenda di Arafah dan Mina
Untuk akomodasi di Arafah dan Mina, kualitas tenda yang digunakan jemaah reguler sudah hampir sama dengan haji khusus. Bagi jemaah haji khusus, tenda dilengkapi dengan alas kasur, sedangkan haji reguler alas atau karpet biasa. Tahun ini, tenda haji reguler dijanjikan akan ada AC.
Umur memang tidak pernah ada yang tahu. Jangan sedih, Kemenag sudah mengeluarkan kebijakan baru di 2018. Calon jemaah haji yang wafat sebelum berangkat ke Tanah Suci, bisa diganti anggota keluarganya.
Berikut ini ketentuan pelimpahan nomor porsi bagi calon jemaah haji yang wafat:
- Permintaan dari keluarga jemaah yang sudah ditetapkan berhak melunasi, namun wafat sebelum berangkat
- Kebijakan wafat yang dapat digantikan adalah jemaah yang sudah ditetapkan berhak melunasi BPIH dan waktu wafatnya pasca ditetapkan sebagai berhak lunas tahun berjalan
- Orang yang dapat menggantikan calon jemaah wafat adalah suami/istri/anak kandung/menantu. Pengajuan penggantian ini harus diketahui RT, RW, Lurah, dan Camat
- Verifikasi data pengajuan penggantian dilakukan di Kanwil Kemenag Provinsi dan Direktorat Pelayanan Haji Dalam Negeri Ditjen PHU, dan
- Jemaah haji pengganti diberangkatkan pada musim haji tahun berjalan atau tahun berikutnya.
Calon jemaah haji pengganti harus mengajukan surat permohonan tertulis ke Kantor Kemenag Kabupaten atau Kota setempat dengan melampirkan beberapa dokumen, yakni:
- Akta kematian dari Dinas Dukcapil setempat atau Surat Kematian dari Kelurahan/Desa diketahui Camat (asli)
- Surat kuasa penunjukan pelimpahan nomor porsi jemaah wafat yang ditandatangani anak kandung, suami/istri, dan menantu yang diketahui oleh RT, RW, Lurah/Kepala Desa, dan Camat (asli)
- Surat keterangan tanggung jawab mutlak yang ditandatangani calon jemaah haji penerima pelimpahan nomor porsi jemaah wafat dan bermaterai (asli)
- Setoran awal dan atau setoran lunas BPIH (asli); dan
- Salinan KTP, KK, Akta Kelahiran/Surat Kenal Lahir atau bukti lain yang relevan dengan jemaah haji yang wafat yang dilegalisir dan di stempel basah oleh pejabat yang berwenang dengan menunjukkan aslinya.
Umroh sama dengan hal-nya ibadah Haji, boleh orang lain mengerjakannya (Badal Umroh). Menurut imam Syafi’i Badal umroh (Menggantikan ibadah umroh) boleh apabila orang yang badalin itu sudah meninggal atau sudah tua / lemah dan tidak mampu lagi untuk umroh sendiri. Diperbolehkan untuk badal Umroh. Menurut Imam Hanabilah tidak boleh badal umroh bagi orang hidup tanpa izin yang dibadalin. Baik fardhu ataupun sunnah adapaun Badal umroh untuk orang meninggal boleh miskipun tanpa izin.(al Mughni Ibnu Qudamah).
Tidak wajib, karena jika meninggal ketika sedang melaksanakan ibadah haji maka menurut qoul jadid ibadah (haji) yang telah dilakukan menjadi batal kecuali pahalanya, dan wajib menghajikannya dengan harta tinggalan mayit jika masih tetap dalam tanggungannya. Menurut qoul qodim boleh melanjutkan ibadah yang belum diselesaikannya. (Roudhoh dan Al Majmu).
Haji TKI tersebut hukumnya sah bila memenuhi syarat dan rukunnya dan tidak wajib mengulangi hajinya karena haji tersebut sudah menggugurkan kewajiban. Akan tetapi haji tersebut dihukumi haram bila khawatir timbul bahaya seperti akan dipenjara ketika tertangkap sebab dianggap illegal misalnya (al Bujairomi alal Khotib, Al Bajury).
Imam Nawawi dalam kitab Roudhoh menyatakan : Disunnahkan memakai izar (sarung, pakaian bagian bawah) dan rida' (selendang, pakaian bagian atas) berwarna putih dan baru atau yang telah dicuci ketika ihram dan Makruh menggunakan yang diwenter / berwarna (selain putih). Sedangkan dalam kitab Mawahibul jalil fikh Maliki tidak apa apa menggunakan yang diwarnai dengan minyak asalkan bukan minyak misik atau minyak ambar. Ketika ihrom boleh memakai pakaian yang selain warna putih, tapi yang sunah adalah memakai pakaian yang berwarna putih (Subulus Salam).
Orang yang baru datang dari haji do'anya maqbul / diijabah. Mengenai batasan waktu diijabah do'a orang yang baru datang haji ada perbedaan pendapat di antara ulama' sebagian mengatakan hal tersebut berlaku mulai masuk Mekkah sampai pulang pada keluarganya, sebagian lagi berpendapat sebelum dia masuk rumahnya. Ada yang berpendapat sampai 40 hari dari berpulang haji. Sebagian yang lain mengatakan sampai tanggal 20 Rabi'ul Awal (Hasyiyah Jamal, Bughyatul Mustarsyidin).
Menurut Madzhab Syafi'i maka ia harus menunggu masa sucinya kembali untuk menjalankan ibadah thowafnya dan menetap ditanah haram, kalau tidak memungkinkan baginya menetap disana kewajiban thawafnya masih ada padanya dan tidak bisa gugur. Menurut Madzhab selain Syafi'i, suci saat thawaf tidak menjadi persyaratan saat thawaf, hanya sebagai kewajiban yang bila ditinggalkan dia wajib membayar dam (denda) dan bahkan ada yang berpendapat hanya sunah membayarnya. (Hasyiyah al Jamal, Al Mughni, al Fiqih al Islam).