IHSG mencatatkan kinerja negatif -4.11% di bulan Maret, faktor apa yang membayangi kinerja pasar saham Indonesia?
Sentimen pasar dibayangi oleh kekhawatiran inflasi akan melonjak di Amerika Serikat karena proses vaksinasi yang berjalan baik dan adanya stimulus besar dari Presiden Biden dapat mempercepat pemulihan ekonomi. Seiring dengan inflasi yang meningkat maka dikhawatirkan The Fed juga akan ikut lebih cepat melakukan pengetatan kebijakan moneter untuk memitigasi lonjakan inflasi. Sentimen ini tercermin dari melonjaknya imbal hasil US Treasury (UST) yang naik dari kisaran 0.9% di akhir 2020 ke kisaran 1.7% di akhir Maret 2021.
UST merupakan instrumen penting dalam pasar finansial global karena digunakan sebagai acuan aset risk-free (aset bebas risiko) dan menjadi salah satu metrik acuan untuk berbagai instrumen finansial lain secara global. Imbal hasil UST juga dapat mengindikasikan ekspektasi pasar terhadap kondisi ekonomi dan arah kebijakan moneter The Fed. Oleh karena itu melonjaknya imbal hasil UST menyebabkan ketidakpastian dan volatilitas di pasar finansial global.
Bagaimana pandangan Anda pergerakan imbal hasil US Treasury ke depannnya?
Dalam pandangan kami kenaikan imbal hasil US Treasury saat ini mencerminkan ekspektasi pasar yang lebih positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kami tidak melihat ancaman lonjakan inflasi dapat terjadi berkepanjangan di Amerika Serikat yang akan memaksa The Fed untuk mengetatkan kebijakan moneter. Fed Chair Jerome Powell dalam beberapa kesempatan mengutarakan bahwa lonjakan inflasi bersifat sementara dan The Fed masih berkomitmen untuk menjaga kebijakan moneter akomodatif ke depannya. Ekonomi Amerika Serikat masih dalam tahap pemulihan dan tingkat pengangguran masih relatif tinggi pada level 6%, jauh dari level 3.5% sebelum pandemi, sehingga tekanan inflasi masih relatif lemah walau ada stimulus fiskal.
Ke depannya imbal hasil UST masih dapat bergerak naik seiring dengan ekonomi Amerika Serikat yang membaik. Namun kami memandang kenaikannya akan lebih terbatas dan gradual karena beberapa faktor berikut:
Kenaikan imbal hasil UST yang lebih gradual akan mengurangi kekhawatiran pasar dan dapat mengembalikan sentimen investor global. Tingkat imbal hasil UST saat ini yang di kisaran 1.7% pun sebetulnya masih relatif rendah, karena dalam 10 tahun ke belakang rata-rata imbal hasil UST di kisaran 2.0%, sehingga level UST saat ini masih pada level yang wajar dan tetap suportif bagi pasar finansial.
Stimulus tambahan Amerika yang diajukan Presiden Biden diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi AS. Apakah kondisi ini berisiko menyedot arus dana ke Amerika Serikat dari pasar Asia karena melihat potensi pertumbuhan ekonomi Amerika menjadi lebih menarik?
Pemulihan ekonomi Amerika Serikat sebetulnya juga berdampak positif bagi negara Asia, terutama pada negara yang memiliki peranan penting dalam rantai pasokan global seperti China, Korea Selatan, dan Taiwan. Pemulihan ekonomi Amerika Serikat akan meningkatkan permintaan barang produksi dari negara-negara tersebut sehingga akan berdampak positif bagi ekonominya. Sebagai gambaran, peningkatan 1% PDB Amerika diperkirakan dapat meningkatkan PDB China dan Korea Selatan sekitar 0.12%.
Selain itu beberapa negara Asia juga dalam kondisi ekonomi yang relatif lebih baik dibanding Amerika Serikat saat ini karena penanganan pandemi yang efektif sehingga ekonominya pulih lebih cepat. Sebagai contoh China merupakan salah satu negara ekonomi besar yang penanganan pandeminya baik dan pemulihan ekonominya sangat cepat, di mana di kuartal I-2021 ini pertumbuhan ekonominya diperkirakan dapat mencapai kisaran
15 – 20% YoY, dan untuk tahun 2021 dapat mencapai kisaran 7 – 9%. Oleh karena itu kami tetap optimis investor global tidak akan berpaling dari pasar saham Asia.
Berbicara tentang Asia, bagaimana Anda memandang tensi geopolitik antara AS – China di era Presiden Biden saat ini dan bagaimana dampaknya terhadap pasar saham?
Sepertinya tensi antara Amerika Serikat dengan China akan tetap ada di era pemerintahan Biden. Namun metode yang diterapkan Biden akan berbeda dengan Trump dan akan lebih predictable, sehingga dampak sentimen ke pasar relatif lebih terjaga. Dibanding sebelumnya, komunikasi Presiden Trump yang sporadis melalui media sosial menciptakan iklim ketidakpastian bagi pasar.
Terlepas dari retorika politik kedua negara, sebetulnya Amerika Serikat dan China saling membutuhkan secara ekonomi. Amerika Serikat sebagai negara konsumer terbesar di dunia, tetap akan membutuhkan kemampuan produksi luar biasa yang dimiliki China. Selain itu China juga memiliki peranan penting dalam rantai pasokan global di berbagai industri yang sulit digantikan. Sebagai contoh, China memiliki peranan penting dalam industri farmasi global, di mana China memiliki 90% kapasitas produksi untuk vitamin C dan penisilin.
Bagi pasar saham Indonesia, sejauh ini kami melihat dampak dari tensi geopolitik ini lebih bersifat sentimen dan tidak mempengaruhi fundamental pasar. Indonesia tetap menjalin hubungan diplomatik dan hubungan dagang yang baik dengan kedua negara sehingga aktivitas ekonomi kita tidak terganggu
Di tengah melonjaknya imbal hasil UST, apakah Anda khawatir risiko taper tantrum seperti di 2013 dapat terulang?
Saat ini kami belum melihat risiko The Fed melakukan tapering (pengurangan program pembelian aset) karena komunikasi dari The Fed yang tetap akomodatif dan kondisi ekonomi Amerika yang masih dalam pemulihan. Namun apabila tapering terjadi, kondisi makroekonomi Indonesia saat ini dalam posisi lebih baik dibandingkan 2013 sehingga dapat lebih resilien dalam menghadapi guncangan yang ada. Defisit transaksi berjalan di 2020 hanya 0.5% dari PDB, lebih rendah dari 3.2% di 2013. Selain itu ekspor Indonesia saat ini sedang dalam tren pertumbuhan didukung ekspor kelapa sawit dan baja yang tumbuh signifikan, berlawanan dengan 2013 di mana kinerja ekspor menurun karena harga batubara yang melemah. Berbagai metrik lain seperti inflasi, cadangan devisa, kepemilikan asing di pasar obligasi, dan sovereign rating Indonesia saat ini juga lebih baik dibanding 2013.
Dengan volatilias pasar saham Indonesia saat ini, bagaimana Anda melihat outlook pasar saham Indonesia ke depannya?
Filosofi investasi kami percaya bahwa faktor fundamental adalah driver utama kinerja pasar saham jangka panjang. Saat ini kami melihat fundamental ekonomi dan emiten Indonesia mengarah pada level yang lebih baik dibanding tahun lalu sehingga dapat berdampak positif pada kinerja pasar saham. Beberapa faktor juga mendukung pandangan kami yang suportif bagi pasar saham:
Bagaimana strategi pengelolaan portofolio Anda di tengah volatilitas pasar saat ini?
Koreksi pasar yang terjadi membuka peluang bagi kami untuk masuk secara bertahap ke beberapa sektor yang memiliki potensi menarik di tengah dinamika pasar saat ini. Sektor komoditas dapat menjadi beneficiary dari pemulihan ekonomi global dan juga fokus pada green economy. Sektor telekomunikasi juga menarik didukung oleh keluarnya sektor ini dari daftar negatif investasi sehingga membuka potensi masuknya investasi asing. Selain itu sektor properti juga menjadi salah satu sektor yang menarik didukung oleh insentif pemerintah yang dapat meningkatkan minat pasar.
Di tengah kondisi pasar yang sangat dinamis kami terus mencermati perkembangan terkini pasar global dan domestik serta memanfaatkan jaringan global Manulife Investment Management untuk mendapatkan analisa terkini yang dapat membantu tim investasi kami untuk membentuk posisi portofolio yang optimal.
Seeking α adalah komunikasi bulanan yang dirilis oleh
Bulan ini kami mengetengahkan komentar pasar terkini dari Senior Portfolio Manager-Equity, Samuel Kesuma. |
Samuel Kesuma. CFA |
|
PENGUNGKAPAN DAN SANGGAHAN:
Informasi di dalam dokumen ini disusun berdasarkan sumber yang dapat dipercaya oleh PT Manulife Aset Manajemen Indonesia namun PT Manulife Aset Manajemen Indonesia tidak menjamin keakuratan, kecukupan, atau kelengkapan informasi dan materi yang diberikan. Baik PT Manulife Aset Manajemen Indonesia atau afiliasinya, maupun direksi, pejabat atau pegawainya tidak bertanggung jawab atas segala konsekuensi hukum dan keuangan yang timbul, baik terhadap atau diderita oleh orang atau pihak apapun dan dengan cara apapun yang dianggap sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan atas dasar keseluruhan atau sebagian dari dokumen ini.
Dokumen ini disusun untuk tujuan pemberian informasi dan tidak dimaksudkan untuk memberikan rekomendasi, nasihat professional, penawaran, penjualan atau ajakan oleh atau atas nama PT Manulife Aset Manajemen Indonesia kepada siapa pun untuk melakukan pembelian atau penjualan efek. Dokumen ini tidak memuat nasihat investasi, hukum, akuntansi, perpajakan atau pernyataan bahwa suatu investasi atau strategi sesuai atau cocok untuk kondisi Anda, atau merupakan rekomendasi personal untuk Anda. Analisa trend ekonomi di dalam dokumen ini tidak mengindikasikan hasil kinerja investasi masa depan. Dokumen dan pendapat yang disampaikan di dalam dokumen ini dibuat oleh PT Manulife Aset Manajemen Indonesia pada tanggal publikasi dokumen, dan dapat berubah sesuai dengan kondisi pasar atau lainnya. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa datang. Investasi mengandung risiko, termasuk risiko berkurangnya nilai awal investasi. Dalam melakukan investasi, apabila ada keraguan, disarankan untuk berkonsultasi dengan penasihat profesional.
PT Manulife Aset Manajemen Indonesia adalah perusahaan Manajer Investasi dengan izin dari Bapepam No. Kep-07/PM/MI/1997 tertanggal 21 Agustus 1997. PT Manulife Aset Manajemen Indonesia adalah bagian dari Manulife Asset Management. Informasi selengkapnya mengenai Manulife Asset Management dapat ditemukan di www.manulifeam.com. Manulife Asset Management, Manulife, dan desain logo Manulife adalah merk terdaftar dari Manufacturers Life Insurance Company dan digunakan oleh Manulife dan afiliasinya.