Market Update Bancassurance April 2020

Di bulan Maret lalu pasar obligasi melemah (indeks BINDO turun 5.2%) dan imbal hasil obligasi pemerintah 10-tahun naik drastis dari 6.9% ke level 8.4%, apa yang terjadi?

Di bulan Maret, pasar obligasi tertekan oleh kepanikan di pasar global merespon intensitas penyebaran virus Covid-19 yang meningkat drastis. Dari sebelumnya terkonsentrasi di China, penyebaran virus meluas secara global termasuk ke Amerika dan Eropa. Penyebaran virus yang meluas ini meningkatkan risiko pelemahan ekonomi global, terutama setelah berbagai negara menerapkan kebijakan social distancing atau bahkan lockdown yang membatasi aktivitas ekonomi. Kekhawatiran ini memicu panic selling secara global di mana investor mengalihkan investasinya ke aset risiko rendah (safe haven) seperti obligasi US Treasury (UST) dan cash Dolar AS. Indikator volatilitas pasar global VIX Index naik tajam dari 19.86 ke level tertinggi di 82.69 dimana ini lebih tinggi dari level tertinggi dibandingkan Krisis Keuangan Global 2008 dimana VIX Index mencapai level 80.86. Pasar obligasi Indonesia tidak luput dari aksi jual ini, di mana investor asing mencatatkan outflow besar dari pasar obligasi senilai IDR121 triliun. Ini terefleksi juga dalam Indonesia CDS 5-tahun yang naik signifikan dari sekitar 60 ke level tertinggi di 292. 25

Di tengah Covid-19 yang masih mewabah, apakah masih ada risiko pelemahan pasar obligasi Indonesia lebih lanjut?

Dalam kondisi kepanikan pasar, yang terpenting adalah bagaimana caranya untuk mengurangi kepanikan investor dan mengembalikan confidence sehingga tercipta stabilitas baru. Dalam hal ini 3 faktor utama yang menjadi kunci mengurangi kepanikan pasar:

  • Stimulus moneter: dibutuhkan untuk memastikan likuiditas sistem finansial tetap berjalan sehingga cashflow dunia usaha dan masyarakat tetap bisa terpenuhi. 
  • Stimulus fiskal: dibutuhkan untuk memberi bantuan ekonomi pada masyarakat dan ekonomi yang terdampak dari penyebaran virus. 
  • Meredanya penyebaran virus: merupakan kunci utama yang dapat mengembalikan optimisme. Penyebaran virus yang mereda memberi sinyal bahwa ekonomi dapat mulai berjalan normal, mengakhiri periode social distancing. 

Setidaknya dua dari tiga faktor tersebut telah terjadi saat ini, yakni stimulus moneter dan fiskal yang dilakukan secara besar-besaran oleh pemerintah dan bank sentral global, termasuk Indonesia. Sejauh ini kebijakan tersebut berhasil untuk mengurangi kepanikan di pasar dan memberi support terhadap sentimen. Perbaikan ini terlihat dari indeks VIX Index yang ke kisaran 46 dan CDS Indonesia yang turun ke level 220an.

Berbicara mengenai stimulus fiskal, untuk mendukung ekonomi pemerintah Indonesia mengeluarkan stimulus terbesar dalam sejarah senilai IDR405 triliun. Bagaimana pembiayaan stimulus ini? Apakah penerbitan SBN akan membengkak dan membebani pasar?

Melihat dari kajian yang dilakukan pemerintah, mayoritas pembiayaan bersumber dari realokasi APBN. Sekitar IDR255 triliun (63% dari total stimulus) berasal dari realokasi dan penghematan APBN saat ini, sementara itu sisanya IDR150 triliiun (37% dari total stimulus) melalui utang bilateral dan penerbitan obligasi. Dalam pandangan kami tentunya pemerintah akan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak memberi tekanan lebih bagi pasar obligasi Rupiah Indonesia. Untuk meminimalisir tekanan suplai di pasar SBN Rupiah, pemerintah dapat melakukan penerbitan obligasi global, membuka jalur private placement, dan memaksimalkan pinjaman bilateral/multilateral yang ada. Ini telah dilakukan pemerintah dimana Indonesia sukses menerbitkan utang dalam mata uang USD sebesar USD 4,3 miliar (Rp 68,6 triliun) dimana investor asing menyambut dengan antusias penerbitan ini, tercermin dari target awal Kementrian Keuangan yang hanya menerbitkan USD3 miliar namun penawaran yang masuk sampai USD9.8 miliar.

Apabila dalam skenario terburuk pasar tidak bisa menyerap seluruh target penerbitan obligasi, berdasarkan Perppu Covid-19, Bank Indonesia juga diberi keleluasaan untuk membeli SBN di pasar primer sebagai lender of last resort untuk membantu pemerintah dan mengurangi tekanan di pasar SBN.

Rupiah sempat tembus level IDR17,000 per USD lebih lemah dari level krisis 1997, apakah ini berarti kondisi saat ini lebih buruk dibandingkan kondisi 1997?

Dalam pandangan kami fundamental ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih baik dibanding 1998. Struktur makroekonomi sekarang juga lebih baik dibandingkan koreksi market pada 2013 Fed Tapering. Berikut adalah perbandingannya:

 

Sumber: Bloomberg

Memang secara struktur, nilai tukar Rupiah secara jangka pendek rentan terjadi fluktuasi apabila ada volatilitas di pasar global seperti yang terjadi saat ini. Porsi investor asing dalam pasar obligasi yang cukup besar - mencapai 39% sebelum periode Covid-19 - menjadikan adanya risiko volatilitas nilai tukar secara jangka pendek apabila terjadi penjualan besar di pasar obligasi. Namun kami optimis bahwa setelah kepanikan pasar mereda, investor akan kembali ke Indonesia melihat daya tarik fundamental ekonomi Indonesia yang tetap solid.

Bagaimana pandangan anda terhadap obligasi korporasi saat ini? Apakah risiko gagal bayar meningkat dengan adanya gangguan dari wabah Covid-19 dan pelemahan Rupiah?

Penting sekali untuk menganalisa obligasi korporasi secara bottom-up karena dampak dari kondisi saat ini akan berbeda bagi setiap perusahaan penerbit obligasi  tergantung pada banyak faktor seperti sektor bisnisnya, kondisi neraca, pendanaan, dan arus kas. Sebagai contoh, dampak pada emiten di sektor telekomunikasi mungkin relatif lebih terbatas karena penggunaan data yang meningkat di tengah banyaknya work from home dan social distancing. Di sisi lain, emiten yang mengandalkan pendanaan dalam USD akan mengalami risiko lebih tinggi karena pelemahan Rupiah. Secara internal tim investasi kami terus melakukan analisa dampak dari kondisi ekonomi terkini terhadap kesehatan emiten dan keseluruhan portofolio. Dalam berinvestasi pada obligasi korporasi, kami memiliki tim analis internal yang berpengalaman dengan kualifikasi yang baik sehingga tidak bergantung dari lembaga pemeringkat eksternal (seperti Pefindo dan Moodys)

Adakah katalis bagi pasar obligasi ke depannya?

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sejauh ini stimulus moneter dan fiskal yang dilakukan bank sentral dan pemerintah berhasil mendukung sentimen di pasar, terlihat dari tingkat imbal hasil obligasi dan nilai tukar Rupiah yang mengalami stabilisasi. Meredanya penyebaran virus akan menjadi katalis utama yang bisa mendukung sentimen di pasar. Dengan adanya perbaikan sentimen di pasar kami optimis obligasi Indonesia akan dapat menarik investor. Saat ini obligasi pemerintah Indonesia di kisaran 8.2%, level yang sangat atraktif untuk negara dengan peringkat rating investment grade, terutama di tengah banyaknya obligasi pemerintah dunia dengan imbal hasil mendekati 0% atau bahkan negatif. Secara relatif, selisih (spread) imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia 10-tahun dengan UST 10-tahun saat ini di kisaran 730 basis poin, jauh lebih tinggi dari rata-rata 3 tahun di kisaran 480 basis poin, mengindikasikan valuasi obligasi Indonesia yang sangat atraktif. Dalam proyeksi kami apabila sentimen pasar membaik, imbal hasil obligasi pemerintah 10-tahun berpotensi untuk turun ke level 6.5% - 7.0%.

Bagaimana strategi portofolio obligasi anda di tengah kondisi pasar saat ini? Apa saran anda bagi investor dalam kondisi pasar saat ini?

Posisi portofolio kami saat ini sangat fluid dan dinamis dengan durasi portofolio berkisar antara slight underweight – neutral terhadap tolok ukur. Dengan strategi ini beberapa portfolio Pendapatan Tetap yang kami kelola berhasil meminimalisir koreksi sehingga berkinerja relatif lebih baik dibandingkan indeks pasar obligasi (Bloomberg Bond Index Indonesia). Kami sangat mencermati perkembangan Covid-19 secara global dan potensi rebound di pasar obligasi apabila penyebaran virus menjadi lebih terkendali. Untuk faktor risiko, kami terus memonitor perkembangan pembiayaan stimulus pemerintah dan dampaknya terhadap pasar obligasi. Saran saya bagi investor adalah jangan panik. Belajar dari pengalaman yang lalu, koreksi pasar yang ekstrim biasanya juga diikuti oleh periode rebound yang cepat, “when there is volatility, there is opportunity.” Oleh karena itu kondisi koreksi seperti ini menjadi saat yang ideal bagi investor untuk membeli atau menambah investasi. 

 

 

Seeking α adalah komunikasi bulanan yang dirilis oleh PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI). Disampaikan dalam format Tanya-jawab, Seeking α ditujukan untuk menyajikan pandangan para ahli investasi MAMI yang berorientasi ke depan, langsung ke hadapan Anda, para investor profesional MAMI.
Bulan ini kami mengetengahkan komentar pasar terkini dari Portfolio Manager, Syuhada Arief.

Syuhada Arief
Senior Portfolio Manager - Fixed Income

 

Memiliki izin Wakil Manajer Investasi dari Bapepam-LK berdasarkan Surat Keputusan Ketua OJK No.KE18/BL/WMI/201. Sebelum bergabung dengan PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Arief bekerja sebagai Senior Fund Manager di CIMB Principal Asset Management. Arief memulai karirnya di Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dan melanjutkan karirnya di Avrist Assurance sebagai Fund Manager. Arief meraih gelar Master of Financial Management dan Master of Professional Accounting dari Australian National University (ANU) serta memperoleh gelar Sarjana Matematika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan telah lulus CFA level 1.

 

 

 

PENGUNGKAPAN DAN SANGGAHAN:

Informasi di dalam dokumen ini disusun berdasarkan sumber yang dapat dipercaya oleh PT Manulife Aset Manajemen Indonesia namun PT Manulife Aset Manajemen Indonesia tidak menjamin keakuratan, kecukupan, atau kelengkapan informasi dan materi yang diberikan. Baik PT Manulife Aset Manajemen Indonesia atau afiliasinya, maupun direksi, pejabat atau pegawainya tidak bertanggung jawab atas segala konsekuensi hukum dan keuangan yang timbul, baik terhadap atau diderita oleh orang atau pihak apapun dan dengan cara apapun yang dianggap sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan atas dasar keseluruhan atau sebagian dari dokumen ini.

Dokumen ini disusun untuk tujuan pemberian informasi dan tidak dimaksudkan untuk memberikan rekomendasi, nasihat professional, penawaran, penjualan atau ajakan oleh atau atas nama PT Manulife Aset Manajemen Indonesia kepada siapa pun untuk melakukan pembelian atau penjualan efek. Dokumen ini tidak memuat nasihat investasi, hukum, akuntansi, perpajakan atau pernyataan bahwa suatu investasi atau strategi sesuai atau cocok untuk kondisi Anda, atau merupakan rekomendasi personal untuk Anda. Analisa trend ekonomi di dalam dokumen ini tidak mengindikasikan hasil kinerja investasi masa depan. Dokumen dan pendapat yang disampaikan di dalam dokumen ini dibuat oleh PT Manulife Aset Manajemen Indonesia pada tanggal publikasi dokumen, dan dapat berubah sesuai dengan kondisi pasar atau lainnya. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa datang. Investasi mengandung risiko, termasuk risiko berkurangnya nilai awal investasi. Dalam melakukan investasi, apabila ada keraguan, disarankan untuk berkonsultasi dengan penasihat profesional.

PT Manulife Aset Manajemen Indonesia adalah perusahaan Manajer Investasi dengan izin dari Bapepam No. Kep-07/PM/MI/1997 tertanggal 21 Agustus 1997. PT Manulife Aset Manajemen Indonesia adalah bagian dari Manulife Asset Management. Informasi selengkapnya mengenai Manulife Asset Management dapat ditemukan di www.manulifeam.com. Manulife Asset Management, Manulife, dan desain logo Manulife adalah merk terdaftar dari Manufacturers Life Insurance Company dan digunakan oleh Manulife dan afiliasinya.