Kemampuan dan kejelian seseorang untuk melihat peluang pasar memang sangat krusial jika dikaitkan dengan usaha pengembangan bisnis. Kedua hal itulah yang sepertinya dimiliki oleh Niki Lidiyastuti. Wanita asal Surabaya yang pindah ke Ambon tahun 2007 karena mengikuti suami yang dinas ini, memetik kesempatan atas potensi luar biasa yang selama ini belum berani di explore oleh para pembisnis sebelumnya.
Sebagai salah satu kota yang dianugerahi potensi perikanan terbaik di Indonesia, Ambon dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan dibidang produksi ikan. Pada tahun 2016, jumlah produksi tersebut telah mencapai angka 44.524 ton. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan berencana untuk menjadikan Ambon sebagai kota ikan. Sayangnya, terlepas dari berlimpahnya potensi tersebut, Ambon nyatanya masih minim berbagai produk oleh-oleh yang dibuat dari olahan ikan.
Kondisi inilah yang kemudian disadari dan dimanfaatkan oleh Nike. Ia mengembangkan ide untuk membuka usaha produksi abon ikan sebagai oleh-oleh khas Ambon. Meskipun berawal dari sekedar coba-coba dengan modal yang seadanya, kini usaha Niki yang diberi nama Abon Cikalang Nike telah mengantongi kesuksesan. Ia bahkan berhasil mendapat penghargaan dari Danamon Entrepreneur Awards (DEA) 2017 untuk kategori Best Small Entrepreneur.
Tanya (T): Mba, ceritakan dong bagaimana awalnya bisa bikin bisnis abon?
Jawab (J): Saya mulai membuat abon tahun 2009. Idenya berasal dari setiap kali saya atau suami pulang selalu bawa oleh-oleh ikan asap dan ikan segar. Saya mulai pikir, kenapa kok tidak ada olahan lain? Padahal kalau suami dinas di luar kota, kalau pulang pasti bawa macam-macam oleh-oleh. Masa Ambon tidak bisa seperti itu, sementara sumber daya ikan di Ambon tidak kalah dari daerah lain. Nah, dari situ coba bikin [abon].
Saya itu pindah ke Ambon bulan Juli 2007 karena ikut suami. Sebelumnya saya bekerja di distributor sebuah merek cat, tapi resign karena harus ikut suami. Tidak lama kemudian ternyata buka cabang di Ambon dan saya dipanggil untuk kerja lagi mulai 2008 sampai 2012. Tapi akhirnya saya milih resign tahun 2012 buat fokus menjalani bisnis abon ini.
T: Bagaimana awal proses usahanya Mba Nike?
J: Tahun 2009 saya mulai coba buat abon, trial dan error, jual sana-sini. Waktu itu saya coba bikin dari yang ada saja. Beli dua ekor ikan, lalu diolah dengan wajan dan kompor di rumah. Lalu beli hand spinner setelah cari di internet. Memang kendalanya di sini banyak keterbatasan alat-alat.
Dulu sempat pakai plastik es dan ditutup dengan lilin, tapi kelihatannya jadi tidak rapi. Bahkan kertas label pun saya print di kantor. Jadi memang awalnya serba tidak modal. Tapi saya tetap coba menjual. Sebulan bisa laku sampai lima puluh plastik. Saya menitipkannya di 2-3 toko.
T: Waktu itu kondisi persaingannya bagaimana Mba? Apakah Mba Nike punya saingan yang juga menjual produk serupa?
J: Tidak ada sama sekali. Jadi toko oleh-oleh itu dominannya minyak kayu putih, olahan sagu, dan kenari. Sebenarnya sempat ada abon, tapi dari Banda. Itu pun kadang ada, kadang tidak ada. Jadi kalau dibilang olahan abon pertama dari Ambon, memang iya. Selama 2009-2011 itu, saya bisa menjual sekitar seratus bungkus per bulan, maksimal empat ratus bungkus.
T: Mba Nike melakukan proses produksi sendiri atau sudah menggunakan bantuan pegawai?
J: Sudah pakai pegawai, justru dulu itu pegawainya dua. Setiap kali keluar satu agak ribet karena bingung siapa yang mengaduk. Jadi mengaduknya butuh enam jam nonstop, harus di depan kompor.
Saat omzet mulai meningkat, kami kelabakan. Kalau pesanan sedang banyak, kami bisa buat abon dua kali dalam sehari. Dari situ saya mikir, sepertinya tidak bisa kalau buat abon dalam kapasitas banyak hanya dengan cara manual.
Wah, nggak bisa nih seperti ini. Akhirnya tahun 2011 saya pesan mesin penyangrai kopi untuk dibuat sebagai mesin abon. Bisa dibilang ini titik balik juga, karena investasinya lumayan, harganya Rp52 juta, akhirnya sadar kalau bisnis harus balik modal. Saat mesin datang, akhirnya memutuskan resign dari kantor karena ingin fokus.
T: Apasih yang membuat Mba Nike mantap resign dari kerjaan untuk fokus di bisnis ini?
J: Saya sempat datang ke toko oleh-oleh khas Bali untuk konsultasi karena saya ingin buat oleh-oleh khas Ambon dalam bentuk souvenir. Saya malah dikasih wejangan, kalau usaha sambil kerja itu hasilnya akan setengah-setengah. Coba fokus salah satu dan maksimal di situ. Akhirnya saya memutuskan untuk resign.
T: Soal mesin nih Mba, bagaimana ceritanya Mba Nike beli mesin kopi tapi digunain buat bikin abon?
J: Saya melihat mesin kopi itu kerjanya hampir mirip dengan membuat abon. Akhirnya saya bilang ke suami, yang kebetulan merupakan lulusan teknik elektro. Setelah tahu konsep dan buat gambarnya, akhirnya ke bengkel.
Tapi bengkel di Ambon keberatan karena tidak punya beberapa komponennya. Akhirnya bengkel dipindah ke Mojokerto. Mesin baru jadi setelah tiga belas bulan. Saya minta tolong mama saya untuk membantu mencoba mesinnya.
T: Apakah Mba Nike pernah memiliki kendala dengan mesinnya?
J: Awalnya macam-macam kendalanya. Saya menyimpan satu buku untuk mencatat setiap hasil abon yang dibuat mesin. Untungnya mesin tidak perlu punya operator, jadi tidak harus ada orang yang menunggu di depan mesin setiap saat. Mesin bisa menghasilkan 15 kg abon tanpa operator, kira-kira 150 bungkus plastik.
T: Sekarang Mba Nike sudah punya berapa mesin dan karyawan?
J: Mesin sekarang sudah ada dua dan punya sebelas orang karyawan.
T: Bagaimana pendapat Mba Nike soal SDM di Ambon?
J: Ambon ini memang sudah merupakan kota ya, tapi banyak juga yang datang dari suku pedalaman. Bahkan ada yang tidak mengerti kalau bawang putih itu ditanam, karena mereka mengiranya dari pabrik. Jadi mereka benar-benar harus diajarkan hal-hal dasar.
Bahkan saya sampai sekarang tidak membiarkan pegawai untuk pegang uang sendiri karena pasti habis. Jadi setiap kali ingin beli apa, harus ambil dari manajernya masing-masing. Mereka punya buku, jadi bisa hemat dan menabung.
T: Ceritain dong Mba bagaimana proses pembuatan sertifikat usahanya dan efeknya buat perkembangan bisnis Mba Nike?
J: Ya tertib, pelan-pelan. Saya tidak mau BPOM memeriksa produk secara tiba-tiba terus ditarik dari pasaran. Nah, saya juga punya impian untuk bangun rumah produksi. Akhirnya saya berhasil bangun di tahun 2015. Di sisi lain, saya cukup aktif ikut sosialisasi UKM.
Saya sempat ajak orang Kementerian Perindustrian dan Perdagangan datang ke rumah produksi untuk mengecek kelayakannya. Mereka memberi banyak masukan agar rumah produksi bisa mendapat HACCP, sertifikat keamanan pangan. Efeknya pun lumayan, produk bisa tembus ke enam waralaba di Makassar.
T: Untuk ke depannya, apa target Mba Nike untuk bisnis ini?
J: Target ke depan, membangun pabrik untuk pengepakan di Makassar karena omset terbesar di sana. Sama ingin [melakukan] marketing online.
T: Buat Mba Nike sendiri hal apa aja yang berkesan selama tahun 2017 kemarin?
J: Saya mendapatkan tiga penghargaan di 2017 ini, yaitu Paramakarya dari Kementerian Tenaga Kerja, Siwalima Award, dan Danamon Entrepreneur Award (DEA) 2017. Untuk yang DEA ini, saya tahunya dari grup WhatsApp, Kewirausahaan Pemuda. Teman-teman sering share kompetisi. Waktu itu tahunya sudah mendekati penutupan, tapi coba apply saja. Sempat tidak menyangka bisa lolos. Tidak hanya itu, saya juga dapat kesempatan kerja sama dengan beberapa reseller.
Bisnis yang sukses dimulai dengan menyadari adanya kesempatan di lingkungan sekitar. Nike Lidiyastuti berhasil membuktikan hal tersebut melalui bisnis Abon Cikalang yang didirikannya di Ambon. Seiring berjalannya waktu, Nike terus berusaha semaksimal mungkin untuk mengembangkan bisnis hingga bisa sukses seperti sekarang dan berhasil mendapatkan penghargaan dari Danamon Entrepreneur Award 2017.
Bagi yang ingin sukses berbisnis seperti Nike, tetapi bingung harus mulai dari mana, Danamon Solusi UKM bisa membantu Anda untuk mengembangkan usaha melalui tiga opsi solusi, yakni Solusi Investasi Ruko, Solusi Investasi Usaha, dan Solusi Modal Kerja. Kenali kebutuhan bisnis Anda, pegang kendalinya dan biarkan Danamon Solusi UKM membantu memenuhinya!